![]() |
| Khairul Amri, Ketua PC IPNU Bireuen, Aceh (2/12) |
BIREUEN, REAKSIONE.ID | Gelombang kritik terhadap kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bireuen memuncak setelah banjir besar kembali melumpuhkan sejumlah kecamatan. Di tengah keluhan warga tentang bantuan yang tak kunjung datang, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Bireuen mengeluarkan desakan keras: Bupati harus segera mencopot Kepala BPBD karena dianggap gagal total mengendalikan situasi darurat.
Ketua PC IPNU Bireuen, Khairul Amri, menyebut apa yang terjadi di lapangan bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi kegagalan sistemik yang menunjukkan betapa rapuhnya manajemen bencana di daerah itu.
“Koordinasi lemah, bantuan lambat, kehadiran BPBD nyaris tak terlihat. Rakyat terjebak banjir tanpa arah, dan pemerintah seolah hanya menonton. Ini bukan kesalahan kecil—ini kegagalan fatal,” ujar Khairul dengan nada tegas, Selasa (2/12/2025).
Menurut Khairul, kepala BPBD semestinya menjadi figur yang memahami betul dinamika kebencanaan, bukan sekadar pejabat yang berada di posisi itu karena kedekatan politik atau kompromi jabatan.
“Pejabat publik tidak boleh diisi asal comot. Kalau tidak mampu memimpin saat darurat, tidak pantas berada di posisi ini. Bupati harus tegas—keselamatan rakyat jauh lebih penting daripada loyalitas politik,” tambahnya.
Banjir yang melanda dalam beberapa hari terakhir merendam permukiman, merusak fasilitas umum, hingga memutus akses antar-kecamatan. Namun di tengah kondisi tersebut, gelombang keluhan warga justru semakin keras: bantuan logistik minim, evakuasi terlambat, dan komunikasi antar lembaga kacau.
Beberapa desa dilaporkan bertahan hanya dengan bantuan seadanya dari masyarakat setempat, sementara kehadiran BPBD dinilai “datang setelah semuanya terlanjur parah”.
“Sekarang rakyat Apoeh-apah (sekarat) . Banyak yang tidur di lantai basah, tak punya makanan cukup, anak-anak sakit, dan tidak ada kejelasan kapan bantuan datang,” ungkap Khairul.
IPNU menilai masalah ini bukan hanya soal banjir, tetapi soal kegagalan tata kelola bencana. Mereka mendesak Bupati melakukan langkah cepat, bukan hanya mengganti pimpinan BPBD, tetapi juga membenahi sistem secara menyeluruh:
- Evaluasi total struktur komando bencana.
- Perbaikan sistem mitigasi dan peringatan dini.
- Standarisasi kesiapsiagaan relawan dan unit evakuasi.
- Pendataan korban yang transparan dan terintegrasi.
Menurut IPNU, jika Bupati tidak mengambil keputusan strategis, Bireuen akan terus sibuk memadamkan krisis, bukan mencegahnya.
Gelombang kritik juga muncul di media sosial. Sejumlah tokoh muda, aktivis, hingga warga terdampak mempertanyakan di mana sebenarnya peran BPBD pada hari-hari terburuk banjir. Di tengah tekanan publik tersebut, seruan IPNU dianggap sebagai refleksi dari kemarahan kolektif masyarakat Bireuen.
“Kami tidak menuntut banyak, hanya meminta pemerintah menjalankan tanggung jawabnya. Ini tentang nyawa, tentang martabat warga. Jangan biarkan rakyat selalu menjadi korban,” tutup Khairul.(**)

0 Komentar