
Nanda Rizka, M.Pd, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRK Bireuen (doc)
BIREUEN, REAKSIONE.ID | Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRK Bireuen, Nanda Rizka, M.Pd atau akrab disapa Abi Nanda, menyesalkan sikap yang dinilainya tidak etis dari anggota DPRK Fraksi NasDem, Fadhli, dalam merespons sejumlah isu publik di Kabupaten Bireuen belakangan ini.
Abi Nanda menilai gaya penyampaian Fadhli tidak mencerminkan etika sebagai wakil rakyat karena lebih menimbulkan kegaduhan publik ketimbang memberi solusi.
“Debat kusir seperti itu tidak mencerminkan etika seorang legislatif. Kalau benar peduli terhadap pembangunan Bireuen, sampaikan kritik berbasis data dan regulasi, bukan dengan gaya provokatif,” tegasnya, Rabu (…).
Ia juga meluruskan persepsi publik mengenai Detail Engineering Design (DED) yang belakangan disebut-sebut menjadi bahan serangan politik. Menurutnya, DED justru merupakan instrumen teknis wajib untuk mengamankan dukungan anggaran dari pemerintah pusat.
“DED itu ibarat tiket untuk naik bus. Tanpa tiket, tidak bisa ikut dalam skema APBN. Jadi bukan kesalahan, justru menunjukkan keseriusan pemerintah daerah,” jelasnya.
Abi Nanda membantah anggapan bahwa DED memiliki masa kedaluwarsa otomatis jika tidak segera direalisasikan. Ia menilai narasi tersebut tidak berdasar.
“Tidak ada regulasi yang menyebut DED ‘expired’. Jika dibutuhkan, dapat direviu ulang untuk penyesuaian biaya dan kebutuhan terkini. Menyampaikan hal seolah-olah DED hangus jelas menyesatkan publik,” ujarnya menambahkan.
Abi Nanda kemudian mempertanyakan intensitas Fadhli yang kerap menyampaikan pernyataan publik dengan gaya seolah mewakili pemerintah daerah.
“Apakah beliau sudah merangkap sebagai juru bicara Pemkab Bireuen? Anggota DPRK memiliki fungsi pengawasan, legislasi, dan penganggaran — bukan mencari panggung atas semua isu,” sindirnya.
Lebih jauh, ia menyinggung absennya pejabat Pemkab Bireuen saat kunjungan kerja Anggota DPR RI H. Ruslan M. Daud (HRD) awal Oktober 2025 lalu, yang turut membawa langsung perwakilan kementerian.
“Dalam adat Aceh ada peumulia jamee — memuliakan tamu. Ketidakhadiran pejabat daerah pada momen strategis seperti itu menunjukkan lemahnya koordinasi dan penghormatan terhadap upaya membawa program pusat ke Bireuen,” ucapnya.
Menutup pernyataan, Abi Nanda mengajak seluruh pihak untuk mengakhiri retorika politik yang tidak produktif.
“Sudahi politik asal bunyi yang hanya membuat rakyat muak. HRD sudah memperjuangkan Bireuen sejak lama — dari infrastruktur, pemberdayaan, hingga program nasional. Mari fokus bekerja, bukan sekadar tampil seolah pahlawan kesiangan,” pungkasnya.(**)
0 Komentar