
Hanif Ramadhan, Kabid Strategi dan Politik DPP Aliansi Bumi Mulia Aceh (DPP ABMA)
LHOKSEUMAWE, REAKSIONE.ID | Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Bumi Mulia Aceh (DPP ABMA) menyoroti besarnya alokasi anggaran rehabilitasi rumah dinas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada tahun 2025 yang mencapai Rp 47,43 miliar. Angka tersebut dinilai tidak masuk akal karena melonjak lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan dua tahun sebelumnya.
Kabid Strategi dan Politik DPP ABMA, Hanif Ramadhan, mencatat bahwa pada 2023 anggaran rehab rumah dinas DPRA hanya sebesar Rp 4,67 miliar, dan pada 2024 sebesar Rp 4,7 miliar. Kenaikan drastis tersebut, menurutnya, mustahil dilegitimasi tanpa penjelasan publik yang terbuka dan berbasis urgensi yang jelas.
“Hal ini patut dipertanyakan. Untuk apa saja dan seberapa genting hingga harus menggelontorkan dana sebesar itu? Sebagai lembaga suprastruktural yang menjalankan fungsi pengawasan, Pemerintah Aceh dan DPRA wajib menjelaskannya secara transparan, tanpa ada yang ditutup-tutupi,” ujar Hanif dalam keterangan pers di Lhokseumawe, Minggu (27/10/2025).
Ia menilai kebijakan tersebut mencederai rasa keadilan publik, terlebih saat Aceh masih bergulat dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan serta keterbatasan lapangan kerja. Menurut Hanif, alokasi anggaran jumbo untuk fasilitas elite negara di tengah kebutuhan dasar rakyat yang belum tertangani adalah bentuk ketidakpekaan moral.
“Apakah mempercantik rumah jabatan lebih mendesak ketimbang memperluas akses pendidikan, membuka lapangan kerja, atau meningkatkan layanan kesehatan? Bahkan keterbukaan rekrutmen BUMD saja nyaris tidak terdengar,” tegasnya.
Hanif menilai dana sebesar hampir Rp 50 miliar bukan angka kecil dan bisa dialihkan ke program yang lebih berdampak langsung. Mulai dari pemberdayaan ekonomi masyarakat, beasiswa pendidikan, perbaikan infrastruktur publik hingga layanan dasar yang menyentuh kehidupan warga.
“Anggaran sebesar itu mestinya menjadi daya ungkit kesejahteraan rakyat, bukan sebatas kenyamanan elite yang sudah menikmati fasilitas negara,” ujarnya.
Sebagai bagian dari masyarakat sipil, DPP ABMA menegaskan akan terus mengawal dan mengkritisi kebijakan yang dinilai tidak beretika dan tidak berpihak pada kepentingan publik.
“Pemerintah Aceh dan DPRA harus segera memberi penjelasan logis dan terbuka kepada publik. Rakyat tidak lagi bisa dibungkam dengan narasi seremonial tanpa substansi,” pungkas Hanif Ramadhan.(**)
0 Komentar