
Kunjungan Camat Peudada, Erri Seprinaldi, SSTP,.S.Sos,.M.Si ke Kediaman Ibu Hindon yang terdampak proyek jaringan irigasi Aneuk Gajah Rheot di Gampong Meunasah Krueng (30/10
BIREUEN, REAKSIONE.ID | Proses pembebasan lahan untuk pembangunan Jaringan Irigasi Aneuk Gajah Rheot di Kecamatan Peudada kembali menjadi sorotan. Salah satu warga yang terdampak, Hindon (64), seorang janda asal Dusun Tgk. Muqaddin, Gampong Meunasah Krueng, hingga kini belum menerima kejelasan terkait ganti rugi atas rumah dan lahannya yang masuk dalam trase proyek tersebut.
Meski proyek telah berjalan, rumah milik Hindon belum juga dibebaskan. Kepada wartawan, Hindon mengaku pihak panitia pembebasan pernah menaksir nilai ganti rugi sebesar Rp80 juta untuk rumah dan tanahnya. Namun, ia menolak menandatangani nota kesepakatan lantaran nilai tersebut dianggap belum mencukupi untuk membangun rumah pengganti.
“Kalau diganti Rp80 juta, saya tidak sanggup membangun rumah baru. Itu sebabnya saya belum mau tanda tangan,” ujar Hindon, Kamis (30/10).
Menanggapi persoalan itu, Camat Peudada, Erri Seprinaldi, bersama Keuchik Gampong Meunasah Krung, Azhar, turun langsung meninjau kediaman Hindon. Kunjungan itu dimaksudkan untuk memastikan akar permasalahan dan mencari solusi agar pelaksanaan proyek tidak terkendala.
![]() |
| Lanjutan Pembangunan Jaringan irigasi Aneuk Gajah Rheot Tertunda Pembebasan di Dusun Tgk. Muqaddin, Gampong Meunasah Krueng, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen, Aceh (30/10) |
“Kami akan menindaklanjuti aspirasi Ibu Hindon. Pemerintah gampong dan kecamatan akan berkoordinasi kembali dengan panitia pembebasan untuk mencari jalan tengah,” kata Camat Erri.
Sementara itu, Keuchik Meunasah Krung, Azhar, menjelaskan bahwa secara administratif rumah dan lahan milik Hindon sebenarnya sudah termasuk dalam daftar pembebasan sejak tahap awal. Namun, proses tersebut tertunda karena yang bersangkutan menolak menandatangani nota kesepakatan dengan panitia.
“Saat itu, ada beberapa permintaan Ibu Hindon yang tidak bisa dipenuhi karena berada di luar petunjuk teknis pembebasan. Panitia kemudian mengusulkan persoalan ini ke tingkat provinsi. Bahkan, pihak provinsi sudah turun langsung beberapa waktu lalu untuk melakukan klarifikasi,” terang Azhar.
Menurutnya, dalam mekanisme pembebasan lahan proyek irigasi Aneuk Gajah Rheot, penilaian antara rumah dan tanah dilakukan secara terpisah. Bangunan dinilai berdasarkan luas bagian yang terdampak, sementara lahan dihitung sejauh 10 meter dari tepi badan jalan utama.
“Untuk kasus Ibu Hindon, panitia menetapkan harga pembebasan rumah sebesar Rp80 juta. Sedangkan tanahnya dihitung terpisah, dengan kisaran harga ratusan ribu rupiah per meter,” jelasnya.
Proyek jaringan irigasi Aneuk Gajah Rheot sendiri merupakan salah satu infrastruktur strategis yang diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanian di wilayah Peudada dan sekitarnya. Namun, tertundanya penyelesaian pembebasan lahan di beberapa titik dikhawatirkan dapat menghambat progres pengerjaan di lapangan.
Camat Peudada menegaskan, pemerintah tetap berkomitmen menyelesaikan persoalan dengan cara musyawarah dan memastikan hak warga terdampak terpenuhi sesuai aturan yang berlaku.
“Kita harapkan semua pihak menahan diri dan menjaga komunikasi. Pemerintah akan berupaya agar proyek tetap berjalan dan masyarakat juga mendapatkan haknya secara adil,” tutup Erri.(**)

0 Komentar